NAMA dan sosok Zainuddin Tika mungkin tidak terlalu dikenal di belantara penulis buku-buku ternama, tetapi faktanya, alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini telah menulis kurang lebih 40 buku, yang umumnya bernuansa sejarah dan budaya Sulawesi Selatan. (ist)
------
Selasa, 13 Desember 2016
Zainuddin Tika:
Wartawan, Sejarawan, Budayawan Sulawesi Selatan
- Terima
Penghargaan sebagai Tokoh Pegiat Literasi
Nama dan sosok Zainuddin Tika mungkin tidak terlalu dikenal di belantara penulis buku-buku ternama, tetapi faktanya, alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini telah menulis kurang lebih 40 buku, baik sebagai penulis tunggal, maupun sebagai penulis bersama.
Buku yang telah ditulis pria kelahiran Gowa, 3 Desember 1960, umumnya bernuansa sejarah dan budaya Sulawesi Selatan, antara lain “Silariang” (kawin lari), “Ammatoa” (suku masyarakat tradisionil Kajang di Kabupaten Bulukumba), “Malino Berdarah”, “Rakyat Gowa Menentang Penjajah”, “Karaeng Pattingalloang”, “Profil Raja-raja Gowa”, serta “Profil Raja dan Pejuang Sulawesi Selatan.”
“Saya menulis buku sejak masih kuliah di Universitas Muhammadiyah Jakarta, awal tahun 1980-an. Waktu itu, saya juga bergaul dengan banyak wartawan, termasuk dengan wartawan Pos Kota. Bersama teman-teman wartawan itulah, kami menulis dan menerbitkan buku tentang perkosaan yang dikaitkan dengan hukum dan keadilan,” ungkap Zainuddin dalam bincang-bincang dengan penulis, Selasa, 13 Desember 2016.
Buku “Silariang”, kata suami dari Rosdiana dan ayah dari tiga anak ini, diambil dari skripsinya yang membahas tentang kawin lari (Silariang), kaitannya dengan hukum adat di Sulawesi Selatan.
Saat kuliah di UMJ, anak dari pasangan H Tika (almarhum) dan Sittiara Daeng Kebo (almarhumah), juga dipercaya memimpin sebuah lembaga pers kampus dan ia bersama teman-temannya di lembaga tersebut menerbitkan bulletin Justitia.
Sekembalinya ke Makassar, alumni SD Labbakang Limbung, SMP Limbung, dan SMA Negeri 1 Gowa, bergabung di surat kabar mingguan Mimbar Karya, kemudian pernah beberapa kali berpindah koran, tabloid, dan majalah, antara lain Surat Kabar Umum Suara Celebes yang diterbitkan Humas Pemprov Sulsel.
Meskipun terjun di dunia wartawan, Zainuddin Tika tetap selalu menulis tentang sejarah dan budaya. Klipping tulisan-tulisannya di Surat Kabar Suara Celebes itu kemudian dikumpulkan dan diterbitkan jadi buku.
Buku-buku yang ditulisnya memang selalu berkaitan dengan sejarah dan budaya Sulawesi Selatan, tetapi tak jarang, ia mengunjungi beberapa daerah di luar Sulawesi Selatan untuk melakukan penelitian, karena di daerah yang dikunjunginya itu terdapat sisa-sisa sejarah dan budaya yang berkaitan dengan sejarah dan budaya Sulawesi Selatan.
“Saya pernah ke Kalimantan dan juga pernah ke Ambon untuk melakukan penelitian. Salah satu buku yang saya tulis dari hasil kunjungan dan penelitian di Ambon, saya beri judul Jejak Karaeng di Tanah Maluku,” papar Zainuddin yang tercatat sebagai Pengurus PWI Kabupaten Gowa masa bakti 2014-2017.
Naik Sepeda Motor
Sebagian besar buku yang ditulisnya, diterbitkan oleh Lembaga Kajian dan Penulisan Sejarah Budaya Sulawesi Selatan, yang ia dirikan dan dipimpinnya.
Meskipun mendirikan dan memimpin lembaga, Zainuddin Tika ternyata bukan tergolong pengusaha. Buku-buku yang ditulisnya dan diterbitkannya, umumnya hanya bermodalkan semangat dan kepercayaan.
Untuk melakukan penelitian di sejumlah daerah di Sulawesi Selatan, ia kadang-kadang hanya bermodalkan uang sekitar Rp200.000,- (dua ratus ribu rupiah).
“Kalau masih bisa saya tempuh dengan naik sepeda motor, maka saya berkunjung ke daerah dengan naik sepeda motor, seperti ke Bantaeng dan ke Bulukumba. Waktu saya ke Selayar, saya hanya bawa uang sekitar dua ratus ribu rupiah. Yang penting bensin motor saya ada, saya akan jalan,” tutur Zainuddin.
Bagaimana dengan biaya cetak buku? Untuk mencetak buku, Zainuddin ternyata sering hanya bermodalkan kepercayaan dari perusahaan percetakan.
“Mereka biasanya percaya kepada saya. Jadi, kalau saya minta dicetak seribu eksapmlar, maka mereka cetak seribu eksamplar. Kalau saya minta dicetak dua ribu eksamplar, maka mereka cetak dua ribu eksamplar. Soal bayar, itu belakangan. Saya membayarnya dengan cara mencicil setelah bukunya laku terjual,” katanya.
------
PWI GOWA-TAKALAR. Zainuddin Tika (paling kanan) foto bersama pengurus PWI Gowa-Takalar, dan Ketua DPRD Gowa, Ansar Zainal Bate (keempat dari kiri), di ruang kerja Ketua DPRD Gowa, Selasa, 19 Mei 2015. (ist)
----
Terima Penghargaan
Atas berbagai karyanya yang sebagian besar berkaitan dengan sejarah dan budaya Gowa-Makassar, Zainuddin Tika kemudian mendapat penghargaan sebagai Tokoh Pegiat Literasi dari Pemerintah Kabupaten Gowa.
Penghargaan itu diterimanya pada acara Pencanangan Gerakan Indonesia Membaca (GIM) yang dirangkaikan dengan acara Peringatan “Maudu Adaka ri Gowa” (Maulid Adat di Gowa), di Lapangan Syekh Yusuf Discovery, Kabupaten Gowa, Senin, 12 Desember 2016.
Selain Zainuddin Tika, Pemkab Gowa memberikan penghargaan kepada Ichsan Yasin Limpo sebagai motivator pendidikan, kepada Mallingkai Maknun sebagai tokoh budayawan, serta kepada Abbas Alauddin sebagai tokoh pendidikan.
Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo, mengatakan, pencanangan Gerakan Indonesia Membaca (GIM) tersebut merupakan salah satu strategi untuk mendorong masyarakat agar gemar membaca.
“Gerakan gemar membaca ini tentunya memerlukan sinergitas kerjasama dari semua unsur pemerintah lintas sektoral, lembaga swasta, dan masyarakat agar strategi itu dapat terus berkesinambungan pelaksanaanya,” katanya.
Anak kandung Ichsan Yasin Limpo yang juga mantan Bupati Gowa, mengatakan, berbagai program pendidikan telah dilakukan di Kabupaten Gowa mulai dari Pendidikan Gratis, SKTB, Program Investasi Sumber Daya Manusia Seperempat Abad hingga Imtaq Indonesia.
“Semua program ini akan terus disempurnakan pelaksanaannya agar terwujud sumber daya manusia yang berkualitas yang memiliki karakter yang baik,” kata Adnan.
Tentang penghargaan yang diterimanya, Zainuddin Tika mengaku bersyukur dan menyampaikan terima kasih atas apresiasi yang diberikan Pemerintah Kabupaten Gowa.
“Memang hanya berupa sertifikat penghargaan dan tidak disertai uang tunai, tetapi penghargaan ini tentu akan semakin memberi motivasi kepada saya, bahwa Pemerintah Kabupaten Gowa memberikan penghargaan dan apresiasi atas karya-karya saya,” tutur Zainuddin yang bertekad akan terus berkarya menulis buku-buku sejarah dan budaya Sulawesi Selatan. (Asnawin Aminuddin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar