Dua belas daerah di Sulsel dianggap rawan konflik pada Pilpres 2014, karena di daerah ini sering kali terjadi kecurangan namun tidak diselesaikan oleh pihak penyelenggara. Ke-12 daerah yang rawan konflik itu adalah Makassar, Gowa, Pangkep, Tana Toraja, Maros, Bulukumba, Takalar, Soppeng, Luwu, Palopo, Wajo, dan Bone. Daerah ini dianggap rawan berdasarkan hasil pemantauan pemilihan gubernur, pemilihan kepala daerah, dan pemilu legislatif, baru-baru ini.
--------------------
Pilpres 2014: Dua Belas Daerah di Sulsel Rawan Konflik
Harian Fajar, Sabtu, 14 Juni 2014
http://www.fajar.co.id/nasional/3281370_5712.html
JAKARTA, FAJAR -- Sisa 25 hari lagi Pilpres 2014 digelar. Mabes Polri melansir empat daerah di Indonesia rawan konflik antarpendukung capres dan cawapres.
Kapolri, Jenderal Sutarman mengungkapkan, titik yang rawan konflik yakni DKI Jakarta, beberapa provinsi di Pulau Jawa, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. Menurutnya, wilayah-wilayah tersebut memiliki pendukung capres yang militan.
“Daerah tersebut kami nilai rawan konflik. Daerah ini akan mendapat perhatian khusus dari kepolisian, tetapi bukan berarti daerah lainnya kita abaikan, tetap akan kita beri pengamanan ekstra,” kata Sutarman di Jakarta, Jumat, 13 Juni.
Khusus Sulsel, tensi politik di kampung halaman cawapres HM Jusuf Kalla itu dinilai cukup memanas. Bahkan Sutarman menyebutkan, Sulsel pada pemilu-pemilu sebelumnya memang selalu rawan konflik.
“Dari beberapa daerah itu, Sulsel salah satu daerah yang selalu mendapat perhatian khusus. Hal itu kita lakukan agar pilpres mendatang bisa berjalan aman tertib dan damai,” ujar mantan kepala Bareskrim Polri itu.
Oleh karena itu, lanjut Kapolri, pihaknya telah mengerahkan sebanyak 254 ribu personel kepolisian ditambah 23 ribu anggota TNI serta 1600 Linmas, yang disebar guna mengamankan jalannya Pilpres 9 April.
Soal maraknya kampanye hitam yang terjadi di berbagai daerah yang menyudutkan salah satu pasangan capres, Sutarman mengaku pihaknya tidak akan tinggal diam dan akan terus berkordinasi dengan Bawaslu untuk mengungkap pelakunya.
“Akan terus kita awasi dan tindaklanjuti bersama Bawaslu,” tandasnya.
Kekhawatiran Kapolri tersebut diperkuat hasil pantauan sejumlah organisasi non pemerintah yang tergabung dalam konsolidasi paralegal dan jaringan pemantau pemilu di Sulsel. Mereka menilai 12 kabupaten/kota yang ada di Sulsel rawan konflik. Penyebabnya, di daerah ini sering kali terjadi kecurangan namun tidak diselesaikan oleh pihak penyelenggara.
Ke-12 daerah yang rawan konflik itu adalah Makassar, Gowa, Pangkep, Tana Toraja, Maros, Bulukumba, Takalar, Soppeng, Luwu, Palopo, Wajo, dan Bone. Daerah ini dianggap rawan berdasarkan hasil pemantauan pemilihan gubernur, pemilihan kepala daerah, dan pemilu legislatif, baru-baru ini.
Direktur Swadaya Mitra Bangsa (Yasmib) Abdul Aziz Paturungi saat menggelar konfrensi pers di Hotel Grand Celino, Jumat 13 Juni, mengatakan, hampir semua lembaga swadaya masyarakat yang ada di 12 daerah ini melaporkan persoalan yang sama di beberapa pemilu sebelumnya. Kebanyakan, penyelenggara pemilu tidak bekerja maksimal. “Kebanyakan mereka hanya menjemput bola. Jika ada laporannya, itu tidak diselesaikan. Inilah yang membuat pilpres di 12 daerah ini rawan konflik,” jelas dia.
Aziz mengatakan, dari beberapa pengalaman perhelatan politik, juga ditemukan banyak pelanggaran-pelanggaran pemilu yang masif. Mulai dari pengerahan PNS dan penyalahgunaan fasilitas negara.
“Setelah diskusi dengan teman-teman lain, sepertinya kasusnya sama dengan daerah lain, banyak yang tidak diselesaikan oleh Panwas setempat,” jelas dia.
Direktur LBH Makassar, Abdul Aziz menambahkan, pemantauan 12 wilayah itu juga terkait dengan wilayah pendampingan para NGO yang tergabung dalam jaringan pemantau pemilu ini. Jaringan ini, kata dia, akan memulai pemantauan pilpres, Sabtu 14 Juni.
Jaringan pemantauan pemilu terdiri atas empat organisasi non pemerintah. Mereka adalah LBH Makassar, Swadaya Mitra Bangsa (Yasmib), Suara Perempuan Angingmamiri Makassar, Paralegal Gowa dan FIK Ornop.
Abdul Aziz mengatakan, jaringan ini akan melakukan pendampingan dan pengawasan untuk pelanggaran-pelanggaran berupa politik uang, pelanggaran administrasi, dan pelanggaran kode etik. Aziz mengaku jejaring ini juga bersedia melakukan pendampingan terhadap warga yang ingin melaporkan tindakan pelanggaran pemilu. “Ini untuk membantu pemilihan presiden di Sulsel dapat lebih berkualitas,” jelas dia.
Khusus untuk Kabupaten Gowa, Abdul Aziz mengaku bahwa Gowa adalah salah satu daerah yang akan dipantau khusus. Dari pengalaman perhelatan pemilu beberapa waktu silam, pihaknya menemukan berbagai persoalan yang membuat daerah ini selalu menjadi daerah yang telat selesai. Kabupaten Gowa adalah salah satu daerah yang paling sering bermasalah. Pada pemilu Legislatif beberapa bulan lalu, daerah ini menjadi juru kunci rekapitulasi suara pemilihan legislatif di Sulsel.
Ketua Suara Perempuan Angingmamiri Makassar, Sitti Aisyah mengatakan, pada pemilu legislatif lalu juga masih ditemukan banyaknya masalah diskriminasi terhadap pemilih perempuan. Pihaknya menemukan banyak perempuan yang enggan melaporkan temuan pelanggaran pemilu karena tidak mengetahui proses pelaporan itu.
“Pada pemilihan gubernur dan pemilihan wali kota banyak ditemukan money politics. Pilpres kali ini, kita akan ajak 300-an perempuan untuk ikut membantu jejaring kami,” jelas dia.
Terpisah, Kapolda Sulsel, Irjen Pol Burhanuddin Andi mengaku tidak terpengaruh dengan data yang dirilis Mabes Polri dan jejaring LSM tersebut. Menurutnya, sejauh ini wilayah Sulsel masih sangat kondusif.
Menurut jenderal polisi dua bintang ini, belum ada sedikit tanda ataupun potensi yang bisa menimbulkan konflik, khususnya dalam pelaksanaan pilpres nanti. Sejauh ini, dia menjamin situasi masih bisa dikendalikan.
“Tidak ada di sini. Masalah konflik saya jamin tidak ada. Apalagi dalam pelaksanaan pilpres,” tegasnya.
Semua, kata dia, masih dalam keadaan kondusif. Meski demikian, katanya, pihaknya masih tetap melakukan pemantauan guna mengantisipasi hal tersebut.
“Kita tetap pantau. Kita juga tidak akan lengah meski sejauh ini belum ada potensi itu,” jelas dia.
Untuk langkah antisipasi, Kapolda mengaku telah menyusun berbagai program dalam meredam potensi-potensi itu. Selain melakukan serangkaian operasi secara umum, Polda juga telah menyiapkan strategi khusus dalam mencegah terjadinya konflik.
“Kita pantau terus menerus apalagi dari kubu kedua pasangan calon. Kami juga tetap lakukan upaya penertiban di sejumlah wilayah di Sulsel. Terlebih dalam masa kampanye,” ungkapnya.
Pola pendekatan secara persuasif menjadi salah satu yang diterapkan jajarannya. Terlebih kepada seluruh tim sukses dari setiap pasangan calon.
“Kita intens lakukan pendekatan terhadap setiap pendukung. Kita berikan pemahaman dan langkah pengamanan setiap ada kegiatan sosialisasi ataupun kampanye untuk kedua pasangan calon,” tutupnya. (fmc-eka-zaq/ars-sap)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar