PANTAI MARINA. Wilayah Bantaeng yang dulunya miskin dan masyarakatnya hidup melarat, kini menjadi salah satu daerah berkembang dan menjadi magnet bagi wisatawan dan investor. Hingga kini, sudah puluhan triliun rupiah modal asing yang masuk ke Bantaeng. (Foto: Asnawin)
----------------------
Pariwisata Bantaeng Bangkit Undang Investor
Saturday, 08 February 2014
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=315782:pariwisata-bantaeng-bangkit-undang-investor&catid=95:nusantara&Itemid=146
BANTAENG - Sejarah gelap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantaeng, di Sulawesi Selatan (Sulsel), berlangsung sejak dijadikannya daerah ini sebagai pusat niaga Pemerintah Hindia Belanda tahun 1737, dan masa pendudukan tentara Jepang, hingga pecahnya Revolusi Kemerdekaan tahun 1945, dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Puluhan pejabat Belanda, Jepang, dan Indonesia, pada periode itu dinyatakan gagal membangun Bantaeng dan mengangkat harkat, serta martabat masyarakat yang berada di daerah selatan Sulsel ini.
Gelombang demo besar-besaran yang terjadi saat Reformasi 1998 menjadi titik tolak kebangkitan Banteng dari daerah tertinggal menjadi daerah dengan pembangunan tercepat di Indonesia.
Keluarnya status daerah otonomi sesuai dengan Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah membuka tabir gelap daerah itu. Undang-undang itu kemudian diperkuat dengan diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004, pada 25 Juni 2008, di mana pemilihan kepala daerah dilakukan oleh rakyat tanpa terwakili DPRD.
Pemilihan langsung kepala daerah oleh rakyat, tanpa diwakili wakil-wakil rakyat di DPRD ini, ternyata mampu mencetak sosok pemimpin berkualitas, memiliki semangat baja, dan niat yang luhur membangun Banteng.
Sosok pemimpin itu adalah Prof Dr Ir HM Nurdin Abdullah, Bupati Bantaeng dua periode, sejak 2008 hingga kini. Periode pertama pria kelahiran Parepare, 7 November 1963 ini, dimulai sejak 6 Agustus 2008 hingga 15 Agustus 2013.
Kelar periode pertama, sebenarnya Nurdin tidak mau melanjutkan jabatannya sebagai Bupati Bantaeng dengan tidak mau mencalonkan diri kembali. Namun, masyarakat yang percaya kepadanya mendesak. Mereka mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga Banteeng, untuk menggalang dukungan terhadap Nurdin.
Menakjubkan, aksi galang dukungan itu berhasil mengumpulkan dukungan 50.000 lebih KTP warga. Dengan dukungan itu, Nurdin mutlak terpilih kembali memimpin Butta Toa, sebutan khas untuk daerah Bantaeng. Prihatin dengan dukungan warganya, dia tidak mau membuat kecewa. Siang malam dia bekerja membangun Bantaeng.
Di tangan anak tentara ini, Bantaeng mulai mengalami perubahan. Dengan jaringan yang luas dan komunikasi yang baik terhadap Jepang, Nurdin berhasil mendapatkan modal untuk membangun Bantaeng. Setahap demi setahap, Bantaeng mulai membuat perubahan, baik dibidang birokrasi, pelayanan masyarakat, dan ekonomi.
Jaringan Nurdin terhadap Jepang, sudah dibina sejak lama, sebelum dia menjabat sebagai Bupati Bantaeng. Sebelumnya, dia adalah Presiden Direktur (presdir) di empat perusahaan Jepang, yakni PT Maruki Internasional Indonesia, Hakata Marine Indonesia, Hakata Marine Hatchery, dan Kyushu Medical Co Ltd.
Karena niatnya yang tulus itulah, dia melepas posisi presdir tersebut dan mengabdi sepenuhnya untuk masyarakat Bantaeng. Kerja kerasnya tidak sia-sia, Nurdin berhasil mengeluarkan Bantaeng dari kemiskinan. Sejumlah prestasi sudah diraihnya.
Langkah pertamanya membangun Bantaeng adalah dengan melakukan pemetaan setiap permasalahan yang ada di dalamnya. Lalu mencari solusi yang tepat, dan menerapkannya kepada masyarakat. Terbukti, langkah profesor di bidang perkebunan ini punya solusi jitu. Semua ditanggulangi dengan tepat sasaran.
Wilayah Bantaeng yang dulunya miskin dan masyarakatnya hidup melarat, kini menjadi salah satu daerah berkembang dan menjadi magnet bagi wisatawan dan investor. Hingga kini, sudah puluhan triliun rupiah modal asing yang masuk ke Bantaeng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar