Senin, 10 Februari 2014

Dola, 25 Tahun Hidup di Dalam Goa di Pinrang


GOA. Di usianya yang sudah beranjak, 60 tahun, Daula alias Dola terpaksa hidup sendiri di dalam goa di Kampung Suraka, Desa Kariango, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Ia sudah 25 tahun melakukannya. Dola mengatakan memilih tinggal di balik bongkahan batu itu karena tidak ingin menyusahkan pihak keluarga lain. (Foto ilustrasi: TEMPO/Zulkarnain)


----------------

Dola, 25 Tahun Hidup di Dalam Goa di Pinrang


Senin, 10 Februari 2014
http://www.tempo.co/read/news/2014/02/10/058552603/Dola-25-Tahun-Hidup-di-Dalam-Goa-di-Pinrang

TEMPO.CO , Pinrang.
Di usianya yang sudah beranjak, 60 tahun, Daula alias Dola terpaksa hidup sendiri di dalam goa di Kampung Suraka, Desa Kariango, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Ia sudah 25 tahun melakukannya.

Dola mengatakan memilih tinggal di balik bongkahan batu itu karena tidak ingin menyusahkan pihak keluarga lain.

"Saya betah hidup seperti ini," katanya dalam bahasa lokal (Pattinjo), Jumat malam lalu, 7 Februari 2014.

Untuk menemuinya di siang hari, sama sekali tak mudah. Wanita lajang ini sibuk mencari bahan makanan di tengah hutan, ketika fajar mulai menyingsing dan kembali ke kediamannya ketika senja mulai beranjak.

Dola mengaku tidak pernah takut dengan hal hal yang dikhawatirkan oleh orang orang terhadap keselamatannya. untuk melawan rasa dingin ketika malam, dirinya yang menggunakan karung plastik (yang biasa digunakan untuk menampung gabah) sebagai selimut.

"Kalau hujan, kehujanan, dan saya bangun bersandar di batu, agar tidak basah," kata dia.

Goa yang ditempati Dola bukanlah Goa seperti gua umumnya, namun hanya merupakan bongkahan batu yang menjorok dengan kedalaman sekitar 1 meter, yang juga difungsikan sebagai tempat tidur, sedang pada bagian atas menjulur keluar yang digunakan sebagai atap, pelindung dari hujan dan panas matahari, sehingga menyerupai gua.

Untuk menjangkau Desa Kariango harus menempuh jarak sepanjang 70 kilometer lebih dari pusat kota Pinrang hingga berada di depan Pusat Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bakar. Setelah itu tanjakan dengan kemiringan 60 derajat yang hanya bisa diakses dengan kendaraan roda dua.

Hasmiah, keponakan Dola berusia 34 tahun, mengatakan tantenya mulai mendiami gua itu ketika dirinya masih kecil.

"Saya tidak ingat persis tahun berapa dia mulai tinggal disana," katanya di kediamannya.

Dia mengatakan semenjak ibunya, I Tola (saudara Dola) sakit, wanita yang berdiam di balik bongkahan batu itu mulai kerap mengunjungi rumahnya, namun tidak ingin menginap di atas rumah.

"Kalau dia bermalam, hanya tidur di balai-balai di bawah kolong rumah," katanya.

Menurut Hasmiah, Dola juga tak pernah meminta bahan makanan dan minuman ataupun kepada kerabat apalagi tetangga.

"Kalau mau minum, biasanya langsung mengambil sendiri di sungai dan meminumnya," katanya.

Samaila, suami Tola, mengatakan wanita itu, tidak mau menerima pemberian dari pihak manapun, baik dalam bentuk makanan maupun Pakaian.

"Dia hanya mau menerima pemberian dari saudaranya (Tola)," kata pria 70 tahun itu.

Sehingga kata dia, Pemberian orang orang yang simpati dengan kondisinya, kerap di titip melalui saudaranya.

"Nanti saudaranya yang memberikan dengan mengatasnamakan pemberian pribadi, bukan orang lain," kata dia.

Samaila mengatakan kepindahan iparnya untuk menetap di balik Bongkahan batu itu, tanpa ada permasalahan keluarga sebelumnya.

"Tidak ada masalah, hubungan kami baik baik saja," katanya.

Sekretaris Desa kariango Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang, Yumming, mengatakan Wanita itu mulai tinggal di balik bongkahan batu itu sejak tahun 1998 silam.

"Setelah orang tuanya Iwari meninggal dunia, dia pun pindah kesana," kata dia.

Menurut Yumming, berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pihak keluarga dan Pemerintah Desa untuk mengembalikan wanita itu, namun tetap memilih tinggal di balik bongkahan Batu itu.

Menurut pantauan Tempo, Dola hanya memiliki 2 buah pakaian yang sudah kumal, sementara peralatan dapur yang dimiliki hanya dua buah panci alminium yang digunakan untuk memasak. Untuk menghalau binatang binatang yang melata saat malam hari, ia hanya menyalahkan kulit kulit kemiri di sekitar tempat tinggalnya.

SUARDI GATTANG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar