Sabtu, 27 September 2014

Prof Qadir Gassing: Gerakan 1000 Buku, Rekor MuRI, dan Penghargaan Kongres AS



Melalui Gerakan Seribu Buku itu, Qadir Gassing ingin para dosen, mahasiswa, dan alumni UIN Alauddin menulis dan menghasilkan buku sebanyak 1.000 buah dalam empat tahun (periode kepemimpinan Qadir Gassing, 2011-2015). Maka terbitlah 250 buku karya para dosen, mahasiswa, dan alumni UIN Alauddin pada tahun 2012. Capaian tersebut kemudian tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MuRI) dan juga penghargaan dari Perpustakaan Kongres Amerika Serikar (Library of Congres USA). (int)




------------------------

Prof HA Qadir Gassing HT:

Gerakan 1000 Buku, Rekor MuRI, dan Penghargaan Kongres AS


Memimpin perguruan tinggi, apalagi universitas negeri, bukanlah pekerjaan mudah, karena banyak sekali dinamika yang terjadi di dalamnya dan juga besar sekali tuntutan yang harus dihadapi.

Kalau kepemimpinan seorang pimpinan perguruan tinggi biasa-biasa saja, sekadar cari aman dan lancar, tanpa ada terobosan dan perubahan dengan segala risiko yang harus dihadapi, maka sesungguhnya ia telah gagal sebagai pimpinan.

Menyadari hal tersebut, Prof HA Qadir Gassing HT selaku Rektor Univesitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, bertekad melakukan terobosan dan perubahan.

Tekad tersebut bahkan sudah ada sejak dirinya masih menjabat Wakil Rektor (Qadir Gassing menjabat Wakil Rektor UIN Alauddin selama dua periode, yaitu Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum IAIN/UIN Alauddin periode 2002-2006, serta Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Alauddin periode 2007-2011).

“Ketika saya masih menjabat Wakil Rektor I dan sering menghadiri pertemuan perguruan tinggi agama Islam negeri (PTAIN), Dirjen Diktis (Kemenag) beberapa kali mengungkapkan tentang kurangnya karya ilmiah dalam bentuk buku dari para dosen PTAIN. Kalau pun ada, itu hampir tidak terdengar,” ungkap Qadir dalam bincang-bincang dengan “Majalah Almamater”, di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.

Dari berbagai diskusi akhirnya ditemukan dua penyebab utama kurangnya karya buku para dosen PTAIN, yaitu tidak ada dana dan tidak ada pendorong, terutama dari pimpinan perguruan tinggi.

“Waktu itu saya masih menjabat Wakil Rektor I. Setelah terpilih jadi rektor (2011), saya langsung menawarkan kepada teman-teman dosen, program Gerakan Seribu Buku (GSB). Program ini adalah wujud dari kegelisahan saya,” papar pria kelahiran Takalar, 16 Nopember 1954.

Melalui Gerakan Seribu Buku itu, Qadir Gassing ingin para dosen, mahasiswa, dan alumni UIN Alauddin menulis dan menghasilkan buku sebanyak 1.000 buah dalam empat tahun (periode kepemimpinan Qadir Gassing, 2011-2015).

“Setiap tahun 250 buku harus terbit dari karya-karya para dosen, mahasiswa, dan alumni UIN Alauddin,” tegasnya.

Awalnya ia ragu, tetapi ternyata program tersebut mendapat sambutan positif dari kalangan internal UIN Alauddin dan dari Ditjen Diktis Kemenag RI.

Qadir Gassing kemudian membentuk tim yang langsung bekerja dengan membuka pendaftaran dan seleksi proposal penulisan buku.

“Setelah pendaftaran dibuka, ternyata pendaftarnya banyak. Jumlah proposal yang masuk hampir 400, padahal targetnya hanya 250. Saya kemudian melapor kepada Dirjen Diktis. Waktu itu kebetulan Dirjennya baru diganti. Beliau menyambut positif dan kami kemudian bersama-sama berjuang agar program GSB ini mendapatkan anggaran dari APBN. Saya anggarkan Rp 5 miliar per tahun dan alhamdulillah disetujui,” tuturnya.

Maka terbitlah 250 buku karya para dosen, mahasiswa, dan alumni UIN Alauddin pada tahun 2012. Capaian tersebut tentu saja membuat mantan Kepala Balai Penelitian IAIN Alauddin (1990-1995) dan mantan Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Alauddin (1997-2000) ini gembira dan puas.

Kegembiraan dan kepuasan tersebut semakin bertambah setelah Museum Rekor Indonesia (MuRI) memberikan sertifikat atas rekor peluncuran (launching) 250 buku sekaligus kepada UIN Alauddin, dan juga penghargaan dari Perpustakaan Kongres Amerika Serikar (Library of Congres USA).

“Pengelola Perpustakaan Kongres AS bahkan datang langsung ke kampus UIN Alauddin karena tertarik dengan program GSB ini,” ujar suami dari Dra Hj Hartini Thahir MHI, dan ayah dari empat anak ini.

Menyinggung Rekor MuRI yang diberi-kan kepada UIN Alauddin atas keberhasilan program GSB, Qadir mengatakan, Rekor MuRI tersebut benar-benar di luar dugaannya, karena target awalnya murni untuk merangsang para dosen, terutama Guru Besar, agar menulis buku.

Program GSB UIN Alauddin ternyata juga menarik minat banyak dosen dari perguruan tinggi lain, termasuk dosen negeri yang diperbantukan pada perguruan tinggi swasta (dosen DPK).

“Inilah salah satu yang bisa saya bangga-kan sebagai Rektor UIN Alauddin Makassar, karena program GSB ini murni dari saya dan teman-teman di UIN Alauddin,” kata anak dari pasangan H Habsyi Daeng Laja dan Tjongkili Daeng Kebo.

Qadir mengatakan, program Gerakan Seribu Buku tersebut sekaligus menepis anggapan miring dari berbagai pihak yang mengatakan dosen dan Guru Besar banyak yang “mandul” dan tidak produktif menghasilkan karya-karya ilmiah, khususnya buku.

“Yang saya syukuri, hampir semua dosen UIN Alauddin sudah mendapat bagian untuk diterbitkan bukunya setelah melalui proses seleksi yang cukup ketat,” katanya. (Asnawin/Majalah Almamater)

----------------------------------------------------------------
@copyright Majalah Almamater, edisi Agustus 2014
----------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar